Undang-undang Penyiaran

kpi

Dalam undang-undang ini mengatur penyelenggaraan penyiaran secara umum di Indonesia seperti yang dijelaskan pada pasal 2 bahwa penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hokum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tangung jawab. Begitupun dalam pasal 6 diatur mengenai penyelenggaraan yang diselenggarakan dalam suatu sistem penyiaran nasional.

 

Dalam penyelenggaraan penyiaran diawasi oleh sebuah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang merupakan sebuah lembaga independen Negara yang dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya diawasi oleh DPR-RI dan DPRD. Disamping itu, UU ini juga menjelaskan tugas, wewenang, serta kewajiban dari KPI serta struktur dalam lembaga penyiaran ini.serta ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan pelaksaanan lembaga ini.

 

Pada pasal 13 ayat (2) juga menjelaskan jenis lembaga penyiaran yang mengisi sistem penyiaran di Indonesia yaitu Lembaga Penyiaran Publik, Swasta, Komunitas,dan Berlangganan. Sementara lembaga penyiaran asing dilarang didirikan di indonesia, sedangkan dalam peliputannya harus memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

 

Dalam menjalankan siarannya lembaga penyiaran public dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sedangkan Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas. Sementara stasiun lokal dapat didirikan dilokasi tertentu dalam wilayah NKRI dengan wilayah jangakauan yang terbatas pada lokasi tersebut dimana sebelum penyelenggaraan kegiatan lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggraan penyiaran seperti yang dijelaskan dalam pasal 33 dan pasal 34 mengenai perizinan.

 

Dalam pelaksanaan siarannya, lembaga penyiaran harus sesuai dengan asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 dengan bahasa pengantar utama dalam program siaran harus betbahasa indonesia yang baik dan benar, sedangkan bahasa daerah hanya digunakan dalam siaran yang bermuatan lokal untuk mendukung mata acara tersebut begitupun penggunaan bahasa asing juga diatur dalam pasal 39. Sementara isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang. Peran serta masyarakatpun juga diterangkan dalam BAB IV pada pasal 52.

 

Sanksi-sanksi yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

 

Dalam undang-undang ini menyebutkan ada dua jenis sanksi atas pelanggaran yang dilakukan yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif yang dimaksud atas pelanggaran yang disebutkan dalam pasal 55 (ayat 1) berupa :

  1. teguran tertulis
  2. penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu;
  3. pembatasan durasi dan waktu siaran;
  4. denda administratif;
  5. pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu
  6. tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran;
  7. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.

 

Sedangkan sanksi pidananya berupa penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi, setiap orang yang melanggar melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 36 ayat (5), Pasal 36 ayat (6).

 

Selain itu, ada sanksi pidana lain jika melanggar ketentuan sebagaiman yang dimaksud dalam pasal yaitu Pasal 18 ayat (1), Pasal 33 ayat (1), Pasal 34 ayat (4), Pasal 46 ayat (3) yaitu berupa pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

 

Disamping itu, Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (10) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk penyiaran radio dan paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk penyiaran televisi.

 

Pos ini dipublikasikan di Uncategorized. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar